Lectio Divina, the diligent reading of Sacred Scripture accompanied by prayer brings about that intimate dialogue in which the person reading hears God who is speaking, and in praying, responds to him with trusting openness of heart.(cf.Dei Verbum, 25)

Kamis, 12 Agustus 2010



Hal Mengampuni
Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?



Bacaan 1: Yeh 12:1-12
Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku: "Hai anak manusia, engkau tinggal di tengah-tengah kaum pemberontak, yang mempunyai mata untuk melihat, tetapi tidak melihat dan mempunyai telinga untuk mendengar, tetapi tidak mendengar, sebab mereka adalah kaum pemberontak.Maka engkau, anak manusia, sediakanlah bagimu barang-barang seorang buangan dan berjalanlah seperti seorang buangan pada siang hari di hadapan mata mereka; pergilah dari tempatmu sekarang ke tempat yang lain seperti seorang buangan di hadapan mata mereka. Barangkali mereka akan insaf bahwa mereka adalah kaum pemberontak. Bawalah barang-barangmu itu ke luar seperti barang-barang seorang buangan pada siang hari di hadapan mata mereka; dan engkau sendiri harus keluar pada malam hari di hadapan mata mereka, seperti seorang yang harus keluar dan pergi ke pembuangan. Di hadapan mata mereka perbuatlah sebuah lobang di tembok dan keluarlah dari situ. Di hadapan mata mereka taruhlah barang-barangmu ke atas bahumu, dan bawalah itu ke luar pada malam gelap; engkau harus menutupi mukamu, sehingga engkau tidak melihat tanah; sebab Aku membuat engkau menjadi lambang bagi kaum Israel." Lalu kulakukan seperti diperintahkan kepadaku: aku membawa pada siang hari barang-barang seperti barang-barang seorang buangan dan pada malam hari aku membuat dengan tanganku sebuah lobang di tembok, pada malam gelap aku keluar dan di hadapan mata mereka aku menaruh barang-barangku ke atas bahuku. Pada hari besoknya datanglah firman TUHAN kepadaku: "Hai anak manusia, bukankah ditanya oleh kaum Israel, kaum pemberontak itu kepadamu: Apakah yang kaulakukan ini? Katakanlah kepada mereka: beginilah firman Tuhan ALLAH: Ucapan ilahi ini mengenai raja di Yerusalem dan seluruh kaum Israel yang tinggal di sana. Katakanlah: Aku menjadi lambang bagimu; seperti yang kulakukan ini begitulah akan berlaku kepada mereka: sebagai orang buangan mereka akan pergi ke pembuangan. Dan raja yang di tengah-tengah mereka akan menaruh barang-barangnya ke atas bahunya pada malam gelap dan akan pergi ke luar; orang akan membuat sebuah lobang di tembok supaya ada baginya jalan keluar; ia akan menutupi mukanya supaya ia tidak akan melihat tanah itu.

Injil: Mat 18:21-19:1
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.

Renungan:
"Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?"
Mengampuni orang yang berbuat salah kepada kita, apa susahnya? Ada orang yang memang dari sononya mudah mengampuni, namun ada pula yang memang sulit untuk berbuat semacam itu. Selain itu, ada juga peristiwa-peristiwa tertentu yang bisa dengan mudah kita maklumi dan kita ampuni, namun ada juga peristiwa-peristiwa yang membuat kita sulit mengampuninya. Itulah kurang lebih alasan-alasan yang membuat kita sulit mengampuni. Namun, lebih dari itu, dalam bacaan Injil itu Yesus tidak membeda-bedakan jenis orang maupun jenis peristiwanya. Yesus menegaskan mengampuni sampai "tujuh puluh kali tujuh kali".
Menurut saya, ini bukan soal hukum hitung-hitungan pengampunan. Ini soal keluasan dan kebesaran hati terhadap sesama kita, siapapun dia. Perumpamaan tentang hamba yang berhutang menegaskan kesulitan kita di dalam mengampuni sesama. Namun, perumpamaan itu ditutup dengan pertanyaan retoris: "Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?", yang jawabannya begitu jelas. Selain itu, kata mengampuni disejajarkan dengan mengasihi. Dan bukankah memang demikian, bahwa mengampuni itu pun mengasihi. 
Orang yang dapat memberikan pengampunan berarti ia mengalami kasih Allah sendiri bagi hidupnya. Ia menyadari bahwa kebesaran dan keluasan hati Allah tidak terbatas. Bahkan, Ia memberikan AnakNya sebagai silih atas perbuatan dosa manusia, tanda bahwa kasih pengampunan itu diberikan dalam keluasan dan kebesaran hati yang tidak terbatas. Kalau kita sudah diampuni, apakah kita juga tidak mengikuti kebesaran dan keluasan hati Allah? Atau, kita justru mengikuti kedegilan dan kesempitan hati kita sendiri? Itu pilihan. Terserah kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar